Kamis, 13 April 2017

Dear, RINDU

Kedua kalinya aku menulis surat untuk kamu.
Jika kamu mengingatnya. Maka yang pertama aku menulis di saat aku merasakan bahagia dengan dunia pendidikanku. Yang kedua saat ini, aku menulis di saat aku merasakan bahagia dengan hari-hariku.
Aku yang kau sebut ‘ENTAH’ !
Akan selalu menulis untuk kamu di saat aku sedang bahagia. Aku tak ingin membagi kesedihanku kepada siapa pun. Aku hanya ingin membagi kebahagiaan kepada siapa pun.
Kamu yang aku sebut “RINDU’ !
Masih sama seperti dulu. Hanya saja waktu yang semakin jauh memisahkan antara harapanku dengan keinginanmu. Tetapi namamu ‘RINDU’ semakin abadi melekat di dalam qalbu.
Aku punya ‘HARAPAN’.
Kamu punya ‘KEINGINAN’.
Maka ‘Harapan’ dan ‘Keinginan’ itu tak akan pernah menjadi satu. Masing-masing memiliki tujuan sendiri. Anehnya, tak ada yang mengerti dengan ‘Harapan’ dan ‘Keinginan’ itu. Keculi antara ‘KAMU’ dan ‘AKU’.
Kamu yang aku sebut ‘RINDU’ !
Kamu selalu mengejar dengan cepat ‘KEINGINAN’ mu. Tapi melupakan ‘HARAPAN’ mu. Bukan kah ‘KEINGINAN’ itu muncul dari dalam pikiran ? Atau ‘HARAPAN’ itu bukan hasil produksi hati ?
Entah lah.
Mungkin takdir sudah mengalahkan ‘HARAPAN’ dengan ‘KEINGINAN’.
Kamu yang aku sebut ‘RINDU’ !
Jika boleh berterus terang. Aku mohon maaf dengan sikapku. Tak konsisten. Mungkin sudah puluhan kali aku menghapus semua akun media sosial mu, nomor handphone mu, bahkan segala yang berkaitan tentang kamu.
Tapi semua itu aku lakukan bukan karena ‘MEMBENCI’ mu. Tetapi karena aku ber ‘HARAP’ bisa melupakan semua tentang kamu. Aku sering ber ‘KEINGINAN’ untuk lost contak dengan kamu. Tetapi Tuhan selalu semakin mendekatkan dengan cara-Nya. Seolah tak ingin menjauhkan aku dari kehidupan dirimu.
Bukan sekali, dua kali, tiga kali. Tapi berkali-kali kejadian itu terulang kembali.
Aku sering berpikir bahwa kata cinta yang terukir dalam novel cinta mampu ku tunjukkan kepada mu. Sayang, kata itu hanya sebatas bius lokal yang mematikan sesaat.
Jika harus aku mengatkan cinta, maka cinta yang aku miliki tak ada tandingannya. Karena aku hanya menunggu kata ‘IYA’ untuk mengkhitbah mu.
Namun persoalannya bukan itu. Tapi kamu ‘MENGINGINKANNYA’ sementara aku ‘MENGHARAPKANMU’.
Tak akan bersatu langit dan bumi. Aku hanya mampu terbang di awang-awang yang tidak menyentuh langit dan tidak menginjak bumi.
Saat ini. Aku menjadi orang yang tak konsisten. Aku akan menghapus akun media sosial mu, nomor handphone mu, dan berusaha untuk menghapus semua kenangan dengan mu.
Jika kamu memintaku menjadi manusia yang baik. Maka mintalah kepadaku untuk mengembalikan diriku seperti sedia kala.
Jika tidak. Maka dengarlah nasehat terakhirku untuk mu.
“Cintailah orang yang mencintaimu untuk dinikahi, supaya kamu tidak disia-siakan di kemudian hari.”

Salam,

Namamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar