Kedua
kalinya aku menulis surat untuk kamu.
Jika kamu mengingatnya.
Maka yang pertama aku menulis di saat aku merasakan bahagia dengan dunia
pendidikanku. Yang kedua saat ini, aku menulis di saat aku merasakan bahagia dengan
hari-hariku.
Aku yang kau sebut
‘ENTAH’ !
Akan selalu menulis
untuk kamu di saat aku sedang bahagia. Aku tak ingin membagi kesedihanku kepada
siapa pun. Aku hanya ingin membagi kebahagiaan kepada siapa pun.
Kamu yang aku sebut “RINDU’
!
Masih sama seperti
dulu. Hanya saja waktu yang semakin jauh memisahkan antara harapanku dengan
keinginanmu. Tetapi namamu ‘RINDU’ semakin abadi melekat di dalam qalbu.
Aku punya ‘HARAPAN’.
Kamu punya ‘KEINGINAN’.
Maka ‘Harapan’ dan
‘Keinginan’ itu tak akan pernah menjadi satu. Masing-masing memiliki tujuan
sendiri. Anehnya, tak ada yang mengerti dengan ‘Harapan’ dan ‘Keinginan’ itu.
Keculi antara ‘KAMU’ dan ‘AKU’.
Kamu yang aku sebut ‘RINDU’
!
Kamu selalu mengejar
dengan cepat ‘KEINGINAN’ mu. Tapi melupakan ‘HARAPAN’ mu. Bukan kah ‘KEINGINAN’
itu muncul dari dalam pikiran ? Atau ‘HARAPAN’ itu bukan hasil produksi hati ?
Entah lah.
Mungkin takdir sudah
mengalahkan ‘HARAPAN’ dengan ‘KEINGINAN’.
Kamu yang aku sebut ‘RINDU’
!
Jika boleh berterus
terang. Aku mohon maaf dengan sikapku. Tak konsisten. Mungkin sudah puluhan
kali aku menghapus semua akun media sosial mu, nomor handphone mu, bahkan
segala yang berkaitan tentang kamu.
Tapi semua itu aku
lakukan bukan karena ‘MEMBENCI’ mu. Tetapi karena aku ber ‘HARAP’ bisa
melupakan semua tentang kamu. Aku sering ber ‘KEINGINAN’ untuk lost contak
dengan kamu. Tetapi Tuhan selalu semakin mendekatkan dengan cara-Nya. Seolah
tak ingin menjauhkan aku dari kehidupan dirimu.
Bukan sekali, dua kali,
tiga kali. Tapi berkali-kali kejadian itu terulang kembali.
Aku sering berpikir
bahwa kata cinta yang terukir dalam novel cinta mampu ku tunjukkan kepada mu.
Sayang, kata itu hanya sebatas bius lokal yang mematikan sesaat.
Jika harus aku
mengatkan cinta, maka cinta yang aku miliki tak ada tandingannya. Karena aku
hanya menunggu kata ‘IYA’ untuk mengkhitbah mu.
Namun persoalannya
bukan itu. Tapi kamu ‘MENGINGINKANNYA’ sementara aku ‘MENGHARAPKANMU’.
Tak akan bersatu langit
dan bumi. Aku hanya mampu terbang di awang-awang yang tidak menyentuh langit
dan tidak menginjak bumi.
Saat ini. Aku menjadi
orang yang tak konsisten. Aku akan menghapus akun media sosial mu, nomor
handphone mu, dan berusaha untuk menghapus semua kenangan dengan mu.
Jika kamu memintaku
menjadi manusia yang baik. Maka mintalah kepadaku untuk mengembalikan diriku
seperti sedia kala.
Jika tidak. Maka
dengarlah nasehat terakhirku untuk mu.
“Cintailah
orang yang mencintaimu untuk dinikahi, supaya kamu tidak disia-siakan di
kemudian hari.”
Salam,
Namamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar