Partai politik
dalam suatu negara mempunyai peran dan posisi yang sangat penting dalam
terselenggaranya sistem demokrasi. Karena demokrasi dalam suatu negara pada
hakikatnya dilaksanakan oleh rakyat atau setidaknya atas persetujuan rakyat,
karena kekuasaan tertinggi atau kedaulatan berada ditangan rakyat. Syarat utamapelaksanaan demokrasi
adalah adanya lembaga perwakilan yang dibentuk melalui pemilihan umum secara
berkala. Pemilihan umum di indonesia dapat dilihat mulai dari tahun 1955 hingga
tahun 2009 yang lalu. Kini tanggal 9 april 2014 sudah didepan mata, ini artinya
pemilu legislatif akan segera dilaksanakan untuk kesekian kalinya di tanah air.
Proses pemilu ini akan diikuti oleh 15 partai politik yang bertanding
didalamnya.
Partai politik menurut Josep
Lapalombadan Myron Weiner dalam teorinya yang dikutip oleh (Koirudin
2004: 64) merupakan
‘’a creature of
modern and modernizing political system’’. Dalam ranah demokrasi, partai
politik merupakan salah satu institusi intrumen penting dari pelaksanaan sistem
politik demokrasi yang modern. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan
sebuah sistem yang disebut sebagi keterwakilan (representativeness) baik keterwakilan dalam lembaga
formal kenegaraan seperti parlemen maupun keterwakilan aspirasi masyarakat
dalam institusi kepartaian.
Sejak berkembangnya reformasi
politik tahun 1955 di indonesia, maka partai politik semakin menjadi bagian
penting dari sistem partai politik modern. Karena tidak ada sistem politik yang
dapat berlangsung tanpa kehadiran partai politik. Selain itu, Partai politik
sebagai asosiasi politik yang mengaktifkan, memobilisasi masyarakat, mewakili
kepentingan tertentu. Partai politik dapat didefinisikan sebagai kelompok warga
negara terorganisasi atau tergabung dalam satu organisasi yang memiliki
identitas ideologi tertentu, yang dalam setiap aktivitasnya selalu berusaha
untuk mendapatkan jabatan publik. (Fathurrahman dan Sobari, 2004:273).
Partai politik secara aktif melibatkan dirinya dalam
proses pembuatan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dan pada tingkatan
kehidupan sehari-hari berfungsi merekrut kader-kadernya yang memiliki kemampuan
untuk menduduki jabatan di pemerintahan. Undang-undang No.31 Tahun 2002 tentang
partai politik telah melahirkan banyak partai yang mendaftarakan diri untuk
melakukan aktifitas politiknya. Namun, dari berbagai prasyarat yang diajukan
oleh partai politik perlu diadakan seleksi untuk mengklasifikasikan mana partai
politik yang benar-benar layak untuk bertanding dan bersaing. Lahirnya banyak
partai memang belum menjamin terakomodirnya kebutuhan dan aspirasi masyarakat
secara umum. Aspirasi masyarakat akan tercipta melalui fungsi-fungsi yang ada
pada partai politik.
Dasar-dasar ilmu politik dalam buku
‘’Miriam Budiardjo’’ menyebutkan beberapa fungsi partai politik. Pertama partai
politik sebagai sarana komunikasi politik atau sebagai sarana artikulasi
kepentingan rakyat. Dalam sebuah negara, setiap warga negara tentu mempunyai
pendapat dan aspirasi yan berbeda-beda. Hal itu tentu akan menyulitkan ketika
setiap orang ingin didengar aspirasinya. Partai politik berperan sebagai
penampung dan penggabung pendapat dari setiap warga negara tersebut (interest aggregation).
Kemudian aspirasi-aspirasi tersebut dirumuskan menjadi bentuk yang lebih
teratur (interest
articulation) dan diterapkan oleh partai ke dalam program partai.
Program-program tersebut kemudian diperjuangkan oleh partai politik di level
pemerintahan untuk diaplikasikan ke dalam kebijakan publik.
Selain itu, partai politik
berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik masyarakat. Sosialisasi politik
adalah proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena
politik yang berlaku dimana ia berada. Dalam konteks ini, partai politik
berusaha untuk menciptakan image bahwa mereka juga memperjuangkan
kepentingan umum agar mereka mendapat dukungan yang luas dari konstituen
mereka. Sosialisasi politik ini juga dapat berarti pendidikan politik, baik
kepada kader-kader partai itu sendiri maupun kepada rakyat agar mereka sadar
akan tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
Dalam hubungannya dengan fungsi
sosialisasi, partai politik juga berperan dalam proses rekrutmen politik.
Rekrutmen politik berguna untuk memperluas partisipasi aktif rakyat dalam
kegiatan politik serta sebagai sarana untuk mendidik kader partai. Fungsi
partai politik yang terakhir adalah sebagai sarana pengatur konflik (conflict management).
Partai politik bertanggung jawab untuk meredam dan mengatasi konflik yang biasa
terjadi pada suasana demokrasi.
Wacana ini masih menurut Prof.
Miriam Budiardjo, fungsi-fungsi partai politik tersebut sering tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, fungsi komunikasi politik
yang sering disalahgunakan sebagai propaganda politik untuk mencapai
kepentingan partai tersebut. Bahkan partai politik lebih sering terlibat dalam
konflik politik daripada meminimalisir konflik yang terjadi. Intinya fungsi
partai yang tidak berjalan tersebut diindikasikan sebagai ketidakmampuan partai
politik untuk menjalankan perannya sebagai pengawal aspirasi rakyat (intermediary).
Keadaan tersebut banyak terjadi pada partai-partai politik di indonesia.
Sehingga beberapa partai
politik di indonesia mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya sebagai
penyalur aspirasi masyarakat (intermediary).
Kegagalan partai politik dalam
menjalankan kepentingan masyarakat bisa dilihat pada salah satu partai politik
di indonesia yaitu PDIP yang gagal menjalankan fungsinya (http://www.beritadewan.com pada
10 mei 2013). Dimana partai politik ini
dianggap oleh masyarakat tidak memilki kualitas yang kuat didalamnya. Yang
menjadi penyebabnya adalah ketika Puan Maharani di usung oleh PDIP untuk
menjadi capres 2014 lantaran ia sebagai adik Megawati Soekarno Putri. Dalam konteks
tersebut partai lebih mengutamakan faktor popularitas ketimbang kadernya untuk
bisa maju sebagai calon presiden dan calon legislatif. Sehingga hampir setiap
partai politik mengusung artis untuk menjadi calon legislatif dari partainya.
Oleh karena itu, Fungsi partai politik tidak berjalan seperti sosialisasi
politik, kaderisasi dan agregasi kepentingan masyarakat.
Masalahnya, ketika terpilih menjadi
anggota dewan di parlemen tidak bisa mengerjakan tugasnya sebagai mestinya
tugas anggota parlemen. Sehingga dengan ketikmampuannya dalam mengurusi semua
kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat dia atas segalanya. Maka tidak
sedikit yang melakukan tindakan korupsi seperti Agelina Shondakh. Selain itu,
terabaikannya fungsi-fungsi sebagai anggota dewan yang mementingkan kepentingan
rakyat seperti, fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran tidak akan
berjalan malah cenderung kacau balau. Karena mereka tidak tahu bagaimana cara
menangani tugas legislasi, pengawasan dan penganggaran.
Tidak aneh kalau Lembaga Survei
Indonesia (LSI) menyampaikan rilis survei mutakhir secara keseluruhan
menggambarkan kepercayaan publik kepada partai politik rendah. Dari enam
lembaga negara partai politik menempati urutan buncit cuma 43%, dibawah TNI
85,7%, presiden 72,2%, polisi 65%, pengadilan 53%, dan DPR 51%. (Kompasiana,3 Agustus
2012). Urutan terendah ditempati oleh partai politik dimana kurangnya
kepercayaan publik terhadap partai politik yang melahirkan oknum-oknum yang
bermental pencuri (korupsi). Sehingga dalam pelaksanaannya selalu tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semoga partai politik lebih
baik sebagai lembaga penyalur aspirasi rakyat. SEMOGA ! *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar