Minggu, 14 Juni 2015

Kegagalan Fungsi Partai Politik di Indonesia

      Partai politik dalam suatu negara mempunyai peran dan posisi yang sangat penting dalam terselenggaranya sistem demokrasi. Karena demokrasi dalam suatu negara pada hakikatnya dilaksanakan oleh rakyat atau setidaknya atas persetujuan rakyat, karena kekuasaan tertinggi atau kedaulatan berada ditangan rakyat. Syarat utamapelaksanaan demokrasi adalah adanya lembaga perwakilan yang dibentuk melalui pemilihan umum secara berkala. Pemilihan umum di indonesia dapat dilihat mulai dari tahun 1955 hingga tahun 2009 yang lalu. Kini tanggal 9 april 2014 sudah didepan mata, ini artinya pemilu legislatif akan segera dilaksanakan untuk kesekian kalinya di tanah air. Proses pemilu ini akan diikuti oleh 15 partai politik yang bertanding didalamnya.
     Partai politik menurut Josep Lapalombadan Myron Weiner dalam teorinya yang dikutip oleh (Koirudin 2004: 64) merupakan ‘’a creature of modern and modernizing political system’’. Dalam ranah demokrasi, partai politik merupakan salah satu institusi intrumen penting dari pelaksanaan sistem politik demokrasi yang modern. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan sebuah sistem yang disebut sebagi keterwakilan (representativeness) baik keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti parlemen maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian.
Sejak berkembangnya reformasi politik tahun 1955 di indonesia, maka partai politik semakin menjadi bagian penting dari sistem partai politik modern. Karena tidak ada sistem politik yang dapat berlangsung tanpa kehadiran partai politik. Selain itu, Partai politik sebagai asosiasi politik yang mengaktifkan, memobilisasi masyarakat, mewakili kepentingan tertentu. Partai politik dapat didefinisikan sebagai kelompok warga negara terorganisasi atau tergabung dalam satu organisasi yang memiliki identitas ideologi tertentu, yang dalam setiap aktivitasnya selalu berusaha untuk mendapatkan jabatan publik. (Fathurrahman dan Sobari, 2004:273).
Partai politik  secara aktif melibatkan dirinya dalam proses pembuatan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dan pada tingkatan kehidupan sehari-hari berfungsi merekrut kader-kadernya yang memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan di pemerintahan. Undang-undang No.31 Tahun 2002 tentang partai politik telah melahirkan banyak partai yang mendaftarakan diri untuk melakukan aktifitas politiknya. Namun, dari berbagai prasyarat yang diajukan oleh partai politik perlu diadakan seleksi untuk mengklasifikasikan mana partai politik yang benar-benar layak untuk bertanding dan bersaing. Lahirnya banyak partai memang belum menjamin terakomodirnya kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara umum. Aspirasi masyarakat akan tercipta melalui fungsi-fungsi yang ada pada partai politik.
Dasar-dasar ilmu politik dalam buku ‘’Miriam Budiardjo’’ menyebutkan beberapa fungsi partai politik. Pertama partai politik sebagai sarana komunikasi politik atau sebagai sarana artikulasi kepentingan rakyat. Dalam sebuah negara, setiap warga negara tentu mempunyai pendapat dan aspirasi yan berbeda-beda. Hal itu tentu akan menyulitkan ketika setiap orang ingin didengar aspirasinya. Partai politik berperan sebagai penampung dan penggabung pendapat dari setiap warga negara tersebut (interest aggregation). Kemudian aspirasi-aspirasi tersebut dirumuskan menjadi bentuk yang lebih teratur (interest articulation) dan diterapkan oleh partai ke dalam program partai. Program-program tersebut kemudian diperjuangkan oleh partai politik di level pemerintahan untuk diaplikasikan ke dalam kebijakan publik.
Selain itu, partai politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik masyarakat. Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang berlaku dimana ia berada. Dalam konteks ini, partai politik berusaha untuk menciptakan image bahwa mereka juga memperjuangkan kepentingan umum agar mereka mendapat dukungan yang luas dari konstituen mereka. Sosialisasi politik ini juga dapat berarti pendidikan politik, baik kepada kader-kader partai itu sendiri maupun kepada rakyat agar mereka sadar akan tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
Dalam hubungannya dengan fungsi sosialisasi, partai politik juga berperan dalam proses rekrutmen politik. Rekrutmen politik berguna untuk memperluas partisipasi aktif rakyat dalam kegiatan politik serta sebagai sarana untuk mendidik kader partai. Fungsi partai politik yang terakhir adalah sebagai sarana pengatur konflik (conflict management). Partai politik bertanggung jawab untuk meredam dan mengatasi konflik yang biasa terjadi pada suasana demokrasi.
Wacana ini masih menurut Prof. Miriam Budiardjo, fungsi-fungsi partai politik tersebut sering tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, fungsi komunikasi politik yang sering disalahgunakan sebagai propaganda politik untuk mencapai kepentingan partai tersebut. Bahkan partai politik lebih sering terlibat dalam konflik politik daripada meminimalisir konflik yang terjadi. Intinya fungsi partai yang tidak berjalan tersebut diindikasikan sebagai ketidakmampuan partai politik untuk menjalankan perannya sebagai pengawal aspirasi rakyat (intermediary). Keadaan tersebut banyak terjadi pada partai-partai politik di indonesia. Sehingga beberapa  partai politik di indonesia mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi masyarakat (intermediary).
Kegagalan partai politik dalam menjalankan kepentingan masyarakat bisa dilihat pada salah satu partai politik di indonesia yaitu PDIP yang gagal menjalankan fungsinya (http://www.beritadewan.com pada 10 mei 2013). Dimana partai politik ini dianggap oleh masyarakat tidak memilki kualitas yang kuat didalamnya. Yang menjadi penyebabnya adalah ketika Puan Maharani di usung oleh PDIP untuk menjadi capres 2014 lantaran ia sebagai adik Megawati Soekarno Putri. Dalam konteks tersebut partai lebih mengutamakan faktor popularitas ketimbang kadernya untuk bisa maju sebagai calon presiden dan calon legislatif. Sehingga hampir setiap partai politik mengusung artis untuk menjadi calon legislatif dari partainya. Oleh karena itu, Fungsi partai politik tidak berjalan seperti sosialisasi politik, kaderisasi dan agregasi kepentingan masyarakat.
Masalahnya, ketika terpilih menjadi anggota dewan di parlemen tidak bisa mengerjakan tugasnya sebagai mestinya tugas anggota parlemen. Sehingga dengan ketikmampuannya dalam mengurusi semua kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat dia atas segalanya. Maka tidak sedikit yang melakukan tindakan korupsi seperti Agelina Shondakh. Selain itu, terabaikannya fungsi-fungsi sebagai anggota dewan yang mementingkan kepentingan rakyat seperti, fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran tidak akan berjalan malah cenderung kacau balau. Karena mereka tidak tahu bagaimana cara menangani tugas legislasi, pengawasan dan penganggaran.
Tidak aneh kalau Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyampaikan rilis survei mutakhir secara keseluruhan menggambarkan kepercayaan publik kepada partai politik rendah. Dari enam lembaga negara partai politik menempati urutan buncit cuma 43%, dibawah TNI 85,7%, presiden 72,2%, polisi 65%, pengadilan 53%, dan DPR 51%. (Kompasiana,3 Agustus 2012). Urutan terendah ditempati oleh partai politik dimana kurangnya kepercayaan publik terhadap partai politik yang melahirkan oknum-oknum yang bermental pencuri (korupsi). Sehingga dalam pelaksanaannya selalu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semoga partai politik lebih baik sebagai lembaga penyalur aspirasi rakyat. SEMOGA ! *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar