PILKADA merupakan ajang pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati
disetiap daerah otonom. Rakyat dengan bangganya dapat memilih langsung pasangan
calon yang ia anggap mampu menjadi pemimpin untuk diikutinya. Rakyat yang
selama ini sudah mulai terpelajar untuk memilih pemimpin yang menurutnya bisamengemban
tugas yang diamanahkan oleh rakyat. Rakyat juga sudah tidak lagi melihat
pasangan calon dari garis keturunan ataupun dari ras, suku dan agama.
Karena menurut rakyat yang
terpenting adalah komitmennya menjadi kepala daerah yang handal dan
berkualitas, Bukan karena satu keturunan, juga bukan dari garis ikatan
perkawinan dan sebagainya. Dengan demikian, pilkada adalah penentuan kepala
daerah yang berkualitas melalui proses yang sangat panjang dan melewati
beberapa tahapan yang harus ditempuh, mulai dari pendaftaran pasangan calon
oleh partai atau pendaftaran sendiri (independen), mencari koalisi, kampanye
dan proses pemilihan oleh rakyat. Pemilihan seperti ini lebih efektif ketimbang
dipilih oleh DPRD, karena rakyat bisa tahu langsung mana yang lebih baik untuk
menjadi kepala daerah dan rakyatlah yang menerima imbasnya apabila kepala
daerahnya ingkar. Oleh sebab itu, pilkada yang baik adalah dipilih langsung
oleh raktat supaya demokrasi berjalan baik sampai kepelosok-pelosok daerah di
Indonesia.
Mengenai sengketa pemilihan kepala
daerah adalah hal yang wajar dan manusiawi. Setiap orang berhak untuk menindak
lanjuti penyelesaian persoalan pilkada sampai ke Mahkamah Konstitusi. Karena
dalam konteks pengimplementasiannya masih tergolong muda. Ada daerah yang baru
pertama dan kedua kalinya melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Namun, tidak sedikit pula daerah-daerah yang sudah melaksanakan pemilihan
kepala daerah secara berkali-kali. Terkait dengan pendanaan proses pemilihan
kepala daerah melalui APBD dengan alasan pemerintah sudah desentralisasi.
Melihat kondisi ini, sudah
sepantasnya rakyat mendapatkan sosialisasi yang lebih baik lagi dari pemerintah
mengenai pilkada yang bersih. Namun demikian, pemerintah Indonesia sudah mulai
menyebar isu tentang rancangan undang-undang pilkada. RUU ini juga rencananya
akan secepatnya dijalankan didaerah-daerah yang sudah seharusnya melaksanakan
pilkada, tepatnya 2013-2015 sementara 2018 diikuti daerah yang seharusnya
menyelenggarakan pilkada pada 2016-2018.
Masyarakat sudah mulai menunjukkan
kedewasaannya dalam memilih dan tidak perlu ada perubahan cara menentukan
kepala daerah dengan dipilih oleh DPRD. Karena rakyat sudah tahu menentukan
pilihannya dalam memimpin daerahnya selama lima tahun lamanya. Walaupun dalam
proses pemilihan Hal ini memberikan dampak kekecewaan yang serius bagi
masyarakat di Daerah-daerah. Karena pemimpinnya bukan pilihannya, fenomena ini
tidak akan berjalan efektif dan efisien untuk menjalankan fungsinya. Karena ada
tiga hal yang harus ada feedbacknya dalam memimpin, yaitu Pemimpin, Pengikut,
dan Situasi. Ketiga hal ini harus ada umpan baliknya supaya kepimpinan berjalan
dengan efektif dan efisien.
Dalam pilkada yang di rancang oleh
pemerintah saat ini, Gubernur dipilih langsung oleh rakyat sedangkan Walikota
dan Bupati dipilih oleh DPRD dengan mekanisme paket pemilihan hanya kepala
daerah yang dipilih langsung oleh DPRD sementara wakilnya dipilih oleh kepala
daerah yang terpilih melalui persetujuan DPRD. Walikota dan Bupati adalah salah
satu pejabat yang paling dekat dengan rakyatnya, bagaimana nantinya kalau yang
memilihnya bukanlah rakyak yang tidak ada kedekatan emosional terhadap
rakyatnya.