Sabtu, 10 Agustus 2013

Melihat Raut Muka Tahun Politik 2014

Bermacam bentuk dan model pemilu yang sudah di lakukan dan dilaksanakan oleh negara indonesia, mulai dari Pemilu 1955, Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut. Yang jelas, sebetulnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946.
Pemilu 1971, Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama. Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997, Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.
Pemilu 1999, Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.
Pemilu 2004, Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah
Pemilu 2009, Tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan diadakan pada tanggal 8 September 2009.
Dari berbagai bentuk pemilu yang telah dilaksanakan di indonesia tidak lain adalah untuk mendapatkan kekuasaan dan kewenangan melalui pilihan anggota dewan pada pemilu sebelum reformasi dan pemilihan lansung oleh masyarakat setelah reformasi. Artinya masyarakat sudah berhak menentukan pilihannya sendiri dengan lansung dan rahasia. Hal inilah yang diinginkan oleh masyarakat indonesia guna menentukan pemimpin dan tepat mengadunya masyarakat. Hal ini sudah tidak terlepas dari yang namanya demokrasi karena rakyatlah yang menentukan peilihnnya untuk mengarahkan rakyat ke arah yang lebih baik. 2014 adalah penentuan bagi mereka yang melaju ke kursi pejabat negara, baik presiden, DPR RI, DPD, DPRD/DPRA Dan DPRK.
Dalam pesta demokrasi nanti ada yang senyum dan ada yang cebrut, artinya ada yang menang dan ada yang kalah. Bagi mereka yang menang bisa tersenyum dengan lebar untuk merayakan kemenangannya dan bagi mereka yang kalah akan cemberut, silau, dan meringis memikirkan nasibnya yang tidak beruntung dan kurang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Hal ini hampir sama dengan sebuah ajang pertandingan, karena yang membedakan hanyalah tingkat kepercayaan masyakat sedangkan pertandingan tidak membutuhkan kepercayaan dari orang lain. Kalau mental, skill dan fisik sudah bagus maka tidak tertutup kemungkinan ia akan menang, tapi kalau dalam merebut kursi menjadi pejabat negara tidak cukup hanya dengan mental, skill dan fisik. Yang paling penting untuk menang adalah kepercayaan masyarakat.

Tentu dalam pelaksanaannya banyak yang memulai dengan berbagai macam bentuk pendekatan kepada masyarakat baik dalam bentuk mencari saudara yang dulu telah terlupakan atau pun saudara kandung sekalipun. Para Caleg sudah mulai sibuk mencari dukungan dengan berbagi cara yang dilakukan. Dalam hal ini pasti mengeluarkan modal dengan jumlah yang lumayan besar. Modal yang di keluarkan itu seperti sulit di ikhlaskan ketika dalam penghitungan suara dan pengumuman siapa yang beruntung mendapat kursi menjadi pejabat negara, ada pun dana yang di keluarkan tidak terlepas dari keperluan promosi diri dalam pencetakan Baliho, Benner dan media-media yang siap membantu dalam pengenalan dirinya kepada masyarakat luas. Sehinnga dalam hal ini ada yang senang dan bangga karena sudah dipercaya oleh masyarakat ada juga yang cemberut dan bersedih dalam menerima kekalahannya.